Belakangan
wajah media sosial di beberapa Grup lokal Provinsi Maluku Utara diwarnai dengan
unggahan dari kalangan Politisi, Akademisi hingga Netizen. Materi sosialisasi
hingga ajakan untuk mendengungkan serta mendukung gerakan OTSUS untuk Maluku
Utara melalui kajian akademik hingga pendekatan adat budaya menjadi tulisan
yang kerap dipajang pada dinding akun pribadi maupun grup yang
berseliweran pada jagad Facebook.
Wacana OTSUS
sendiri tercipta pada saat dilaksanakannya pertemuan tanggal 5 Oktober 2019 di
Hotel Batik Ternate, dalam rangka refleksi 20 tahun pemekaran Provinsi Maluku
Utara oleh beberapa aktivis pada era 1998-1999 lalu.
Namun,
berbeda dengan unggahan lainnya. Salah satu Dosen Ekonomi Universitas Khairun
Ternate melalui akun sosial media pribadi miliknya menyampaikan penolakannya
terhadap gerakan OTSUS. Nurdin Ardiansyah dalam akun facebooknya menyatakan
bahwa permasalahan terbesar di daerah ini adalah terkait dengan status ibukota
Sofifi, bukan wacana OTSUS.
Screen shoot akun pribadi Nurdin Ardiansyah |
“Menurut
pandangan (maaf) kitorang orang Fuma/Nau2/Goblok..Masalah terbesar Daerah ini,
itu terkait ibukota Sofifi( sebagian orang menyebut Ibukota RASA GAM/kampong),
Ada Pemerintah......yg tdk ikhlas SOFIFI jadi episentrum ekonomi Malut. Tapi
ngoni tutup mata samua..." GAJAH pe basar dimuka bikin diri tara lia, BIFI
ilang2 ngoni gagartang"..” Menurut pandangan (maaf) kami orang
bodoh..Masalah terbesar Daerah ini adalah terkait ibukota Sofifi (sebagian
orang menyebut ibukota rasa Desa), Ada Pemerintah yang tidak ikhlas SOFIFI jadi
episentrum ekonomi Malut. Tapi kalian semua tutup mata… “Gajah dipelupuk mata
tak Nampak, Semut di ujung tandus kalian bersemangat” Dikutip dalam tulisan
akun Facebook Nurdin Ardiansyah.
Hingga kini, wacana OTSUS Maluku Utara masih menjadi pembahasan
hangat warga Net di jejaring media sosial Facebook.
0 Comments